Peradaban India



1.  Peradaban Lembah Sungai Indus di India
a.  Letak Geografis
Sungai Indus atau dapat disebut Sungai Sindhu terletak di wilayah Pakistan. Sungai Indus memiliki banyak  anak sungai yang berasal dari wilayah Punjab di Pakistan Utara. Punjab artinya daerah aliran lima sungai. Sungai Indus mengalir melalui Pakistan dan menyebabkan tanah di negeri itu menjadi subur. Sungai tersebut bermuara di Laut Arab. Penduduk asli yang berada di Lembah Sungai Shindu adalah bangsa Dravida, diperkirakan telah mendiaminya sejak 3000 SM. Bangsa ini meninggalkan sisa-sisa peradabannya di Mahenjo Daro dan Harappa.
b.  Sistem Pemerintahan
a.      Candragupta Maurya
Setelah berhasil menguasai Persia, Pasukan Iskandar Zulkarnaen melanjutkan ekspansi dan menduduki India tahun 327 SM melalui celah Kaiber di pegunungan Himalaya. Pendudukan yang dilakukan oleh pasukan Iskandar Zulkarnaen hanya sampai di daerah Punjab. Namun kekuasaan itu tidak berlangsung lama, karena pada tahun 324 SM muncul gerakan di bawah Candragupta. Setelah Iskandar Zulkarnaen meninggal pada tahun 323 SM pasukannya berhasil diusir dari daerah Punjab dan selanjutnya berdirilah Kerajaan Maurya yang beribu kota Pattaliputra.
Candragupta Maurya menjadi raja pertama Kerajaan Maurya. Pada masa pemerintahannya, daerah kekuasaan Kerajaan Maurya diperluas ke arah timur, sehingga sebagian besar daerah India bagian utara menjadi bagian dari kekuasaanya. Dalaam waktu singkat, wilayah Kerajaan Maurya sudah mencapai daerah yang sangat luaas, yaitu daerah Kashmir di sebelah barat dan Lembah Sungai Gangga di sebelah timur.
b.      Ashoka
Pada masa pemerintah Ashoka (268-232 SM) cucu Candragupta Maurya, Kerajaan Maurya mengalami masa yang gemilang. Kalingga dan Dekkan berhasil dikuasai. Namun, setelah ia menyaksikan korban bencana perang yang maha dasyat di Kalingga, timbul penyesalan. Sejak saat itu, ia tidak lagi melakukan peperangan, bahkan ia mencita-citakan perdamaian dan kebahagiaan umat manusia.
Mula-mula Ashoka beragama Hindu, tetapi kemudian menjadi pengikut agama Budha. Sejak saat itu Ashoka menjadikan agama Budha sebagai agama resmi negara.
Setelah Ashoka meninggal, erajannya terpecah belah menjadi kerajaan kecil. Peperangan sering terjadi dan baru pada abad ke-4 M muncul seorang raja yang berhasil mempersatukan keraajaan yang terpecah belah itu. Maka berdiri Kerajaan Gupta dengan Candragupta I sebagai rajanya.

Berdasarkan penelitian para ahli terhadap kota Mahenjo-Daro dan Harrapa, didapat suatu gambaran bahwa pembangunan kedua kota tersebut telah didasarkan atas suatu tempat perencanaan tata kota yang pasti dan teratur baik. Jalan-jalan di dalam kota sudah teratur dan lurus-lurus dengan lebarnya mencapai sekitar 10 meter dan di sebelah kanan-kiri jalan terdapat trotoar dengan lebar setengah meter. Gedung-gedung dan rumah tinggal serta pertokoan dibangun secara teratur dan berdiri kokoh. Gedung-gedung, rumah tinggal dan pertokoan tersebut sudah terbuat dari batu bata lumpur.

Wilayah kota dibagi atas bebrapa bagian atau blok. Masing-masing bagian atau blok berbentuk bujur sangkar atau empat persegi panjang. Tiap-tiap blok dibagi oleh lorong-lorong yang satu sama lainnya saling berpotongan. Pada tempat-tempat itulah penduduk membangun rumah tempat tinggal . Dan juga dibangun gedung-gedung untuk menjalankan tempat pemerintahan.
Lorong-lorong dan jalan-jalan dilengkapi dengan saluran air, sebagai tempat menyalurkan air dari rumah tangga ke sungai. Saluran-saluran itu dijaga dengan baik kebersihannya sehingga masih dapat berfungsi dengan baik.
c.   Sanitasi (Kesehatan)
Masyarakat yang bertempat tinggal di kota Mahenjo-Daro dan telah memikirkan masalah-masalah sanitasi dan kesehatan. Hal ini terlihat dari teknik-teknik atau cara-cara pembangunan rumah yang telah memperhatikan factor-faktor kesehatan dan kebersihan lingkungan. Kamar-kamar dilengkapi dengan jendela-jendela yang lebar dan berhubungan langsung dengan udara bebas, sehingga perputaran dan pergantian udara cukup lancar. Di samping itu saluran pembuangan limbah dari kamar mandi dan jamban yang ada di dalam rumah dihubungkan langsung dengan jaringan saluran umum yang dibangun dan mengalir di bawah jalan, di mana pada setiap lorong terdapat saluran air yang mengarah ke sungai.
d.   Sistem Pertanian dan Pengairan
Daerah-daerah yang berada di sepanjang lembah sungai Indus merupakan daerah-daerah yang subur. Kesuburan ini disebabkan karena Sungai Indus yang setiap saat banjir dan meninggalkan lumpur-lumpur pada daerah-daerah yang digenangi banjir itu. Di sepanjang lembah Sungai Indus itu, masyarakat mengusahakan pertanian, sehingga pertanian menjadi mata pencaharian utama masyarakat India. Pada perkembangan selanjurnya, masyarakat telah berhasil menyalurkan air yang mengalir di lembah sungai Indus sampai jauh ke pedalaman. Usaha ini dilakukan dengan membuat saluran-saluran irigasi dan mulai membangun daerah pertanian di wilayah pendalaman.

Pembuatan saluran irigasi dan pembangunan daerah-daerah pertanian menunjukkan bahwa masyarakat lembah Sungai Indus telah memiiki tingkat peradaban yang tinggi. Hasil-hasil pertanian yang utama adalah padi, gandum, gula, jelai kapas dan teh.
e.   Teknologi
Masyarakat lembah Sungai Indus sudah memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi. Mereka telah mampu membuat barang-barang yang terbuat dari emas dan perak, alat-alat rumah tangga, alat-alat pertanian, kain dari kaps, serta bangunan-bangunan. Kemampuan ini dapat diketahui melalui peninggalan-peninggalan budaya yang ditemukan, seperti bangunan kota Mahenjo-Daro dan Harrapa, berbagai macam patung, perhiasan emas perak, dan berbagai macam materai dengan lukisan yang bermutu tinggi.

Juga ditemukan alat-alat peperangan seperti tombak, pedang, dan anak panah. Di samping itu ditemukan juga alat-alat peninggalan budaya berupa barang-barang dari tanah liat, terutama peralatan rumah tangga.
f.    Sistem Ekonomi
Masyarakat lembah Sungai Indus sudah mengadakan hubungan dagaang dengan bangsa Sumeria di Mesopotamia dan bangsa-bangsa dari negeri-negeri lainnya. Hal itu dapat dibuktikan dengan penemuan benda-benda dari lembah Sungai Indus di Sumeria.
Kota Sutgagedon memainkan peranan penting dalam perdagangan antara masyarakat lembah Sungai Indus dan bangsa Sumeria. Kota Sutkagedon merupakan kota perbatasan yang terletak di Balukhistan. Perdagangan Sumeria melalui Sukatgedon dapat dilaksanakan dengan dua cara. Pertama, dengan jalan laut dapat dibuktikan melalui sebuah material dan pecahan benda-benda yang memuat gambar sebuah perahu. Kedua, dengan jalan darat dapat dilaksanakan baik dengan menggunakan kuda maupun onta. Hal ini dapat dibuktikan ditemukannya terracotta (terracotta= tanaah liat yang dibakar).
g.   Sistem Kepercayaan
Masyarakat lembah Sungai Indus memuja kepada banyak dewa (politheisme). Dewa utama yang dipujanya adalah dewa berkepala tiga, bertanduk besar, walaupun masih berupa dugaan, stempel yang menggambarkan dewa ini banyak dijumpai. Selain itu, masyarakatnya mengenal Dewi Ibu yang dipuja sebagai lambang Dewi kesuburan. Selain itu masyarakat Lembah Sungai Indus juga menyembah binatang-binatang seperti buaya, gajah, dan lain-lain, serta menyembah pohon seperti pohon beringin. Pemujaan yang dimaksudkan sebagai tanda terima kasih atas kenikmatan hidup, berupa kesejahteraan dan kedamaian.
h.   Sistem Kebudayaan
Peradaban Lembah Sungai Indus ditemukan di dua tempat, yakni Harrapa (daerah hulu Punjab) dan Mahenjo Daro di daerah hilir sungai Indus. Dari penemuan-penemuan yang diperoleh dapatlah diketahui bahwa peradaban Lembah Sungai Indus telah tinggi. Beberapa penemuan hasil peradaban daerah tersebut adalah:
1.      Kota Harappa dan Mahenjo Daro
Kota Harappa dan Mahenjo Daro merupakan kota kuno daerah Pakistan yang dibangun berdasarkan tata kota yang baik. Jalan-jalan di kedua kota tersebut dibuat lurus. Pembangunan kota juga memperhatikan arah angin muson (Barat Daya - Timur Laut), sehingga arus angin dalam kota lancar. Di kanan kiri jalan dibangun saluran air dalam tanah untuk menampung air dari rumah-rumah.
2.      Benda-Benda Purba
Benda-benda purba yang merupakan lempeng-lempeng tanah (terra cotta) berbentuk segi empat dan bergambarkan binatang seperti gajah, harimau, sapi, badak atau pohon-pohonan seperti beringin. Di bawahnya terdapat tulisan yang belum terbaca betul maksudnya, tetapi diperkirakan bahwa antara tulisan dan gambar ada hubungannya. Huruf-huruf itu disebut pietograph yang berarti tulisan gambar. Lempeng-lempeng tanah tersebut menunjukkan adanya kepercayaan menyembah binatang atau pohon-pohon dan benda-benda yang merupakan jimat.
3.      Bangunan umum
Bangunan umum dalam kota diantaranya pasar yang menunjukkan bahwa perdagangan di kedua kota tersebut telah lancar, tempat pemujaan dewa atau kuil, dan bangunan lainnya diperkirakan berupa istana. Bangunan-bangunan tersebut terbuat dari batu bata. Rumah penduduk berhadapan di kanan kiri jalan.
Peninggalan lain yang ditemukan berupa tembikar yang berbentuk periuk belanga, semacam piring dan cangkir dalam berbagai macam bentuk dan ukuran. Alat-alat pertanian yang ditemukan berupa cangkul dan kapak. Sedangkan, alat-alat perhiasan berupa kalung, gelang, ikat pinggang yang dibuat dari tembaga atau emas. Dari temuan yang ada dapat diketahui bahwa penduduk telah mengenal kebudayaan batu dan logam.
i.    Kesimpulan
Berdasarkan hasil penggalian yang dilakukan oleh RD Bannerji dan Sir Jhon Marshall tahun 1922 di kota Mohenjodaro dan Harappa ditemukan antara lain:
1.    Dua buah patung yang coraknya berbeda yaitu:
· Patung laki-laki sebatas dada · Patung seorang penari

2.    Terdapat bekas bangunan rumah bertingkat yang sudah beberapa kali mengalami kehancuran (6 – 7 lapis)
3.     Ditemukan meterai yang berfungsi sebagai hiasan keagamaan dan dianggap mempunyai kesaktian
4.    Ditemukan patung Dewi Ibu/Dewi Kesuburan
5.    Bangsa yang mendiami daerah tersebut adalah suku DRAVIDA yang pada tahun 1500 SM diserbu oleh suku bangsa ARYA (Indo Jerman) sehingga suku asli terdesak ke Selatan yaitu dataran tinggi Dekhan
6.    Mengenal ajaran Karma Samsara.


2. Peradaban Lembah Sungai Gangga di India

a.   Letak geografis
Lembah Sungai Gangga terletak antara Pegunungan Himalaya dan Pegunungan Windya-Kedna. Sungai itu bermata air di Pegunungan Himalaya dan mengalir melalui kota-kota besar seperti Delhi, Agra, Allahabad, Patna, Benares, melalui wilayah Bangladesh dan beruaram di teluk Benggala. Sungai Gangga bertemu dengan sungai Kwen Lun. Dengan keadaan alam seperti ini tidak heran bila Lembah Sungai Gangga sangat subur.
Pendukung peradaban Lembah Sungai Gangga adalah bangsa Aria yang termasuk bangsa Indo German. Mereka datang dari daerah Kaukasus dan menyebar ke arah timur. Bangsa Aria memasuki wilayah India antara tahun 2000-1500 SM, melalui celah Kaiber di pegunungan Himalaya. Mereka berkulit putih, berbadan tinggi, dan berhidung mancung. Mereka adalah bangsa peternak dengan kehidupannya terus mengembara. Tetapi setelah berhasil mengalahkan bangsa Dravida di Lembah Sungai Shindu dan menguasai daerah yang subur, mereka akhirnya bercocok tanam dan hidup menetap. Selanjutnya mereka menduduki Lembah Sungai Gangga dan terus mengembangkan kebudayaannya.
b.   Sistem Pemerintahan
Perkembangan sistem pemerintahan di Lembah Sungai Gangga merupakan kelanjutan sistem pemerintahan masyarakat di daerah Lembah Sungai Indus. Runtuhnya Kerajaan Maurya menjadikan keadaan kerajaan menjadi kacau dikarenakan peperangan antara kerajaan-kerajaan kecil yang ingin berkuasa. Keadaan yang kacau, mulai aman kembali setelah munculnya kerajaan-kerajaan baru. Kerajaan-kerajaan tersebut di antaranya Kerajaan Gupta dan Kerajaan Harsha.
a.     Kerajaan Gupta
Pendiri Kerajaan Gupta adalah Raja Candragupta I dengan pusatnya di Lembah Sungai Gangga. Pada masa pemerintahan Raja Candragupta I, agama Hindu dijadikan agama negara, namun agama Buddha masih tetap dapat berkembang.

Masa kejayaan Kerajaan Gupta terjadi pada masa pemerintahan Samudragupta (Cucu Candragupta 1). Pada masa pemerintahannya Lembah Sungai Gangga dan Lembah Sungai Indus berhasil dikuasainya dan Kota Ayodhia ditetapkan sebagai ibukota kerajaan.

Pengganti Raja Samudragupta adalah Candragupta II, yang dikenal sebagai Wikramaditiya. Ia juga bergama Hindu, namun tidak memandang rendah dan mempersulit perkembangan agama Budha. Bahkan pada masa pemerintahannya berdiri perguruan tinggi agama Buddha di Nalanda. Di bawah pemerintahan Candragupta II kehidupan rakyat semakin makmur dan sejahtera.. Kesusastraan mengalami masa gemilang. Pujangga yang terkenal pada masa ini adalah pujangga Kalidasa dengan karangannya berjudul "Syakuntala". Perkembangan seni patung mencapai kemajuan yang juga pesat. Hal ini terlihat dari pahatan-pahatan dan patung-patung terkenal menghiasi kuil-kuil di Syanta.

Dalam-perkembangannya Kerajaan Gupta mengalami kemunduran setelah meninggalnya Raja Candragupta II. India mengalami masa kegelapan selama kurang lebih dua abad.
b.    Kerajaan Harsha
Setelah mengalami masa kegelapan, baru pada abad ke-7 M muncul Kerajaan Harsha dengan rajanya Harshawardana. Ibu kota Kerajaan Harsha adalah Kanay. Harshawardana merupakan seorang pujangga besar. Pada masa pemerintahannya kesusastraan dan pendidikan berkembang dan pesat. Salah satu pujangga yang terkenal pada masa kerajaan Harshawardana adalah pujangga Bana dengan karyanya berjudul "Harshacarita".

Raja Harsha pada awalnya memeluk agama Hindu, tetapi kemudian memeluk agama Buddha. Di tepi Sungai Gangga banyak dibangun wihara dan stupa, serta dibangun tempattempat penginapan dan fasilitas kesehatan. Candi-candi yang rusak diperbaiki dan membangun candi-candi baru. Setelah masa pemerintahan Raja Harshawardana hingga abad ke-1 1 M tidak pernah diketahui adanya raja-raja yang pernah berkuasa di Harsha.
c.    Sistem Ekonomi

Setelah Peradaban Lembah Sungai Indus lalu lahirlah peradaban lembah Sungai Gangga sehingga system pemerintahan dari sungai Gangga pun sama dengan system pemerintahan dari Sungai Indus.

d.   Sistem Kebudayaan

Di Lembah Sungai Gangga inilah kebudayaan Hindu berkembang, baik di wilayah India maupun di luar India. Masyarakat Hindu memuja banyak dewa (Politeisme). Dewa-dewa tersebut, antara lain, Dewa Bayu (Dewa Angin), Dewa Baruna (Dewa Laut), Dewa Agni (Dewa Api), dan lain sebagainya. Dalam agama Hindu dikenal dengan sistem kasta, yaitu pembagian kelas sosial berdasarkan warna dan kewajiban sosial. Dalam perkembangan selanjutnya, sistem kasta inilah yang menyebabkan munculnya agama Buddha. Hal ini dipelopori oleh Sidharta Gautama.

Agama Buddha mulai menyebar ke masyarakat India setelah Sidharta Gautama mencapai tahap menjadi Sang Buddha. Agama Buddha terbagi menjadi dua aliran, yaitu Buddha Mahayana dan Buddha Hinayana. Peradaban Sungai Gangga meninggalkan beberapa bentuk kebudayaan yang tinggi seperti kesusastraan, seni pahat, dan seni patung. Peradaban dari lembah sungai ini kemudian menyebar ke daerah-daerah lain di Asia termasuk di Indonesia.

e.    Kesimpulan
Peradaban Sungai Gangga melahirkan kebudayaan Hindu dan Budha. Sehingga pengaruhnya bagi Indonesia adalah tersebarnya agama Hindu di Indonesia. Dan diikuti persebaran agama Budha.



DAFTAR PUSAKA

Buku Sejarah SMA kelas 10, Kurikulum 2004, I Wayan Badrika, Penerbit Erlangga.
Buku Sejarah SMA kelas 10, Dwi Ari Listiyani, BSE.

SITUS KARANGKAMULYAN



Situs Karangkamulyan adalah sebuah situs purbakala bersejarah dan situs arkeologi yang terletak di Desa Karangkamulyan, Cijeungjing, Ciamis, Jawa Barat, Indonesia. Situs ini merupakan peninggalan dari zaman Kerajaan Galuh yang bercorak Hindu-Buddha.


 

Legenda situs Karangkamulyan

Legenda situs Karangkamulyan berkisah tentang Ciung Wanara yang berhubungan dengan Kerajaan Galuh. Cerita ini banyak dibumbui dengan kisah kepahlawanan yang luar biasa seperti kesaktiandan keperkasaan yang tidak dimiliki oleh orang biasa namun dimiliki oleh Ciung Wanara.
Kisah Ciung Wanara merupakan cerita tentang Kerajaan Galuh (zaman sebelum berdirinya Kerajaan Majapahit dan Pajajaran). Tersebutlah raja Galuh saat itu Prabu Adimulya Sanghyang Cipta Permana Di Kusumah dengan dua permaisuri, yaitu Dewi Naganingrum dan Dewi Pangrenyep. Mendekati tibanya ajal, sang Prabu mengasingkan diri dan kekuasaan diserahkan kepada Patih Bondan Sarati karena Sang Prabu belum mempunyai anak dari permaisuri pertama (Dewi Naganingrum). Singkat cerita, dalam memerintah Raja Bondan hanya mementingkan diri sendiri, sehingga atas kuasaTuhan Dewi Naganingrum dianugerahi seorang putera, yaitu Ciung Wanara yang kelak akan menjadi penerus resmi kerajaan Galuh yang adil dan bijaksana.

Struktur lokasi

Kawasan yang luasnya kurang lebih 25 Ha ini menyimpan berbagai benda-benda yang diduga mengandung sejarah tentang Kerajaan Galuh yang sebagian besar berbentuk batu. Batu-batu ini letaknya tidaklah berdekatan tetapi menyebar dengan bentuknya yang berbeda-beda. Batu-batu ini berada di dalam sebuah bangunan yang strukturnya terbuat dari
tumpukan batu yang bentuknya hampir sama. Struktur bangunan ini memiliki sebuah pintu sehingga menyerupai sebuah kamar.
Batu-batu yang ada di dalam struktur bangunan ini memiliki nama dan menyimpan kisahnya sendiri, begitu pula di beberapa lokasi lain yang berada di luar struktur batu. Masing-masing nama tersebut merupakan pemberian dari masyarakat yang dihubungkan dengan kisah atau mitos tentang kerajaan Galuh seperti ; pangcalikan atau tempat duduk, lambang peribadatan, tempat melahirkan, tempat sabung ayam dan Cikahuripan.
Situs Karangkamulyan terletak di daerah berhawa sejuk dan telah dilengkapi dengan areal parkir yang luas dengan pohon-pohon besar.
Setelah gerbang utama, situs pertama yang akan dilewati adalahPelinggih (Pangcalikan). Pelinggih merupakan sebuah batu bertingkat-tingkat berwarna putih serta berbentuk segi empat, termasuk ke dalam golongan Yoni (tempat pemujaan) yang letaknya terbalik, digunakan untuk altar. Di bawah Yoni tersebut terdapat beberapa buah batu kecil yang seolah-olah sebagai penyangga, sehingga memberi kesan seperti sebuah dolmen (kubur batu). Letaknya berada dalam sebuah struktur tembok yang lebarnya 17,5 x 5 meter.



Sanghyang Bedil

Tempat yang disebut "Sanghyang Bedil" merupakan suatu ruangan yang dikelilingi tembok berukuran 6.20 x 6 meter. Tinggi tembok kurang lebih 80 cm. Pintu menghadap ke arah utara, di depan pintu masuk terdapat struktur batu yang berfungsi sebagai sekat (schutsel). Di dalam ruangan ini terdapat dua buah menhir yang terletak di atas tanah, masing-masing berukuran 60 x 40 cm dan 20 x 8 cm.
Bentuknya memperlihatkan tradisi megalitik. Menurut masyarakat sekitar, "Sanghyang Bedil" dapat dijadikan pertanda datangnya suatu kejadian, terutama apabila di tempat itu berbunyi suatu letusan, namun sekarang pertanda itu sudah tidak ada lagi.

Penyabungan Ayam

Tempat ini terletak di sebelah selatan dari lokasi "Sanghyang Bedil", kira-kira 5 meter jaraknya, dari pintu masuk yakni berupa ruang terbuka yang letaknya lebih rendah. Masyarakat sekitar situs menganggap tempat ini merupakan tempat sabung ayam Ciung Wanara dan ayam raja. Di samping itu merupakan tempat khusus untuk memlih raja yang dilakukan dengan sistem demokrasi

Lambang Peribadatan

Batu yang disebut sebagai "Lambang Peribadatan" merupakan sebagian dari kemuncak, tetapi ada juga yang menyebutnya sebagai fragmen candi, masyarakat menyebutnya sebagai stupa. Bentuknya indah dihiasi oleh pahatan-pahatan sederhana yang merupakan peninggalan Hindu. Letak batu ini berada di dalam struktur tembok yang berukuran 3 x 3 m, tinggi 60 cm. Batu kemuncak ini ditemukan 50 m ke arah timur dari lokasi sekarang. Di tempat ini terdapat dua unsur budaya yang berlainan yaitu adanya kemuncak dan struktur tembok. Struktur tembok yang tersusun rapi menunjukkan lapisan budaya megalitik, sedangkan kemuncak merupakan peninggalan agama Hindu.

Panyandaran

Terdiri atas sebuah menhir dan dolmen, letaknya dikelilingi oleh batu bersusun yang merupakan struktur tembok. Menhir berukuran tinggi 120 cm, lebar 70 cm, sedangkan dolmen berukuran 120 x 32 cm. Menurut cerita, tempat ini merupakan tempat kelahiran Ciung Wanara. Di tempat itulah Ciung Wanara dilahirkan oleh Dewi Naganingrum yang kemudian bayi itu dibuang dan dihanyutkan ke sungai Citanduy. Setelah melahirkan Dewi Naganingrum bersandar di tempat itu selama empat puluh hari dengan maksud untuk memulihkan kesehatannya setelah melahirkan.

Cikahuripan

Di lokasi "Cikahuripan" tidak terdapat tanda-tanda adanya peninggalan arkeologis. Tetapi merupakan sebuah sumur yang letaknya dekat dengan pertemuan antara dua sungai, yaitu sungai Citanduy dan sungai Cimuntur. Sumur ini disebut "Cikahuripan" karena dianggap berisi air kehidupan (dimana air dipercaya sebagai lambang kehidupan). Sumur ini merupakan sumur abadi karena airnya tidak pernah kering sepanjang tahun.

Makam Adipati Panaekan

Di lokasi Makam Adipati Panaekan ini tidak terdapat tanda-tanda adanya peninggalan arkeologis. Tetapi merupakan batu yang berbentuk lingkaran bersusun tiga, yakni merupakan susunan batu kali. Dipati Panaekan adalah raja Galuh Gara Tengah yang berpusat di Cineam dan mendapat gelar Adipati dari Sultan Agung Raja Mataram.


Penyelidikan situs

Menurut penyelidikan tim arkeologi dari Balar yang dipimpin oleh Dr Tony Jubiantoro pada tahun 1997, situs Karangkamulyan merupakan peninggalan Kerajaan Galuh yang pertama. Bahwasanya di tempat ini pernah ada kehidupan mulai abad ke 9 disimpulkan karena dalam penggalian telah ditemukan keramik dari zaman Dinasti Ming. Situs ini terletak di antara kota Ciamis dan kota Banjar, jaraknya sekitar 17 km ke arah timur dari kota Ciamis atau dapat ditempuh dengan kendaraan sekitar 30 menit.
Situs ini juga dapat dikatakan sebagai situs yang sangat strategis karena berbatasan dengan pertemuan dua sungai yakni Sungai Citanduy dan Cimuntur, dengan batas sebelah utara adalah jalan rayaCiamis-Banjar, sebelah selatan sungai Citanduy, sebelah barat merupakan sebuah parit yang lebarnya sekitar 7 meter membentuk tanggul kuno, dan batas sebelah timur adalah sungai Cimuntur.
Karena merupakan peninggalan sejarah yang sangat berharga, akhirnya kawasan ini ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya oleh Pemerintah Indonesia.

Sebagai obyek wisata

Walaupun tidak ditetapkan sebagai obyek wisata, situs ini terbuka untuk pengunjung umum. Di samping mengelilingi situs, para pengunjung situs dapat menemui puluhan warung makan dengan menu khas lokasi tersebut, yaitu pepes ayam, pepes ikan mas dan buah kelapa.