Wisata Mojokerto

Wisata Religius Makam Troloyo
Dari puluhan situs yang ada di Kab. Mojokerto, ada situs yang dari tahun ke tahun semakin ramai dikunjungi peziarah, yakni Makam Troloyo. Situs ini letaknya di kompleks pemakaman Islam zaman kerajaan Mojopahit di Desa Sentonorejo Kecamatan Trowulan Kab. Mojokerto.

Obyek utamanya adalah Makam Sayyid Muhammad Jumadil Qubro (Syech Jumadil Kubro). Syech Jumadil Kubro adalah kakek dari Sunan Ampel. Beliau adalah ulama dari Persia yang menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Makamnya pertama kali diberi cungkup oleh tokoh masyarakat setempat bernama KH Nawawi pada tahun 1940.

Di kompleks makam troloyo terdapat dua kelompok makam, yaitu kelompok makam bagian depan, terdiri dari makam Wali Songo dan Kelompok Makam Syech Jumadi Kubro. Kelompok makam inilah yang paling banyak dikunjungi peziarah. Dan kelompok makam bagian belakang terdiri dari dua cungkup, yaitu cungkup pertama makam Raden Ayu Anjasmara dan makam Raden sering disebut sebagai kubur pitu.

Para peziarah itu datang dari dalam da luar Mojokerto, serta ada pula yang datang dari luar Jawa. Peziarah datang ke makam itu berbagai tujuan. Ada yang datang ingin tahu keberadaan Makam Troloyo, ada pula yang datang untuk memberikan doa kepada leluhur Walisongo dengan membacakan ayat-ayat suci Al Quran. Ada pula pezirah yang datang untuk mendapat ilmu relijius dari para leluhur yang berada di makam itu.

Kahumas Pemkab Mojokerto Dra Hj Alfiah Ernawati MM di kantornya mengatakan, Makam Troloyo memang menjadi andalan Kab. Mojokerto sebagai wisata relijius. Semakin tahun jumlah peziarah yang datang ke lokasi itu semakin banyak. Untuk memberikan kenyamanan pada peziarah, Pemkab Mojokerto dan Pemprop Jatim merenovasi komplek makam dan tempat parkir yang ada di kawasan itu.

Menata stan PKL juga telah dilakukan oleh Pemkab Mojokerto, sehingga kondisi itu bisa membuat para peziarah di komplek makam itu terasa nyaman, dan aman. Sehingga peziarah bisa menjalankan ritual religiusnya dengan khusuk.

Pemkab berharap dengan terciptanya kawasan yang nyaman ini nantinya bisa semakin meningkatkan kunjungan wisata di Makam Troloyo terus berlanjut. “Dengan kondisi yang kondusif, nyaman tentu wisatawan akan tertarik kembali mengunjungi Makam Troloyo di lain hari nanti,” katanya.
 tr
Reco Lanang
adalah Arca yang terbuat dari batu andesip dengan ukuran tinggi 5,7 meter ini merupakan gambaran dari perwujudan salah satu Dhani Budha yang disebut Aksobnya yang menguasai arah mata angin sebelah timur. Agama Budha Mahayana mengenal adanya beberapa bentuk kebudhaan yaitu Dhyani Bodhisatwa dan manusi Budhi. Dhyani Budha digambarkan dalam perwujudan Budha yang selalu bertafakur dan berada di langit.
Dengan kekuatannya ia memancarkan seorang manusi Budha yang bertugas mengajarkan dharma di dunia. Tugas manusi budha berakhir setelah wafat dan kembali ke Nirwana. Demi kelangsungan ajaran dharma, Dhyani Budha memancarkan dirinya lagi ke dunia yaitu ke Dhyani Boddhisatwa. Setiap jaman mempunyai rangkaian Dhyani Budha, Boddhisatwa dan Manusi Budha.
Di wilayah Trowulan sekarang sudah banyak pemahat-pemahat yang membuat arca seperti peninggalan kerajaan Majapahit,sehingga tidak sedikit orang dari luar daerah bahkan luar negeri yang memesan patung-patung seperti patung peninggalan dari kerajaan Majapahit.
rc
Pendopo Agung
Mojokerto adalah sebuah bangunan khusus khas nuansa Mojopahit dan sering difungsikan sebagai tempat pertunjukan kesenian, studi tour, lomba, tempat pertemuan dengan suasana yang teduh dan nyaman juga sebagai tempat untuk istirahat/rekreasi. Lokasinya berada di Desa Temon, Kecamatan Trowulan. Tempat tersebut diyakini sebagai pusat kerajaan Majapahit.
Bagian bangunan asli yang masih tersisa dari Pendopo Agung hanya 26 buah umpak (batu penyangga tiang) saja, sedangkan bangunan Pendopo Agung yang sekarang berdiri merupakan bangunan baru. Di pendopo ini pula, diyakini Mahapatih Gajah Mada dahulu mengikrarkan Sumpah Palapa (Palapa kemudian dipakai sebagai nama satelit komunikasi pertama yang ‘menyatukan’ komunikasi di seluruh Indonesia). Di depan Pendopo Agung, di sebelah kiri, terdapat patung sang Mahapatih, dan di depan pendopo terdapat patung Raden Wijaya.
pendop
Tradisi Grebeg Suro Majapahit
adalah tradisi tahunan yang dilaksanakan setiap tanggal 1 Suro kalender Saka. Tradisi ini di pelopori oleh Yayasan Among Tani. Rangkaian kegiatannya antara lain : Ziarah ke makam leluhur dan pahlawan, pentas kesenian dan makanan rakyat, grebeg suro (arak-arakan dengan kostum era kejayaan Majapahit dan ditutup dengan pagelaran wayang kulit semalam suntuk. Tradisi Grebeg Suro secara keseluruhan dimaksudkan sebagai bagian dari ruwat agung (permohonan keselamatan dan kesejahteraan) bagi bumi nusantara.

Seni Bantengan
Kesenian rakyat Bantengan berasal dari Kecamatan Pacet tepatnya di desa Made yang dahulunya merupakan desa yang berdekatan dengan lereng Gunung Welirang. Konon kawasan hutan tersebut banyak hidup bermacam-macam hewan liar termasuk diantaranya Banteng yang saat ini sudah punah. Pada saat itu, seorang penduduk desa Made yang bernama Paimin tengah memasuki hutan dan mendapatkan seonggok kerangka Banteng yang masih lengkap. Kerangka Banteng itu dengan susah payah dibawah pulang dan dibersihkan kemudian ditempatkan di salah satu tempat rumahnya.

Dari kejadian itu Paimin mendapat inspirasi untuk mengenang satwa Banteng dengan sebuah atraksi Atraksi itu dimainkan dua orang, 1 orang didepan memainkan kepala dan sekaligus sebagai kaki depan dan 1orang dibelakang sebagai pinggul sekaligus sebagai kaki belakang. Antraksi gerakannya menggambarkan, gerakan - gerakan dan sikap banteng sewaktu sedang berkelahi. Untuk menyemarakkan atraksi itu dilengkapi dengan musik terbang dan jidor. Dalam atraksi ditampilkan banteng sedang berlaga dengan satwa lain seperti harimau, kera dab burung bahkan mulai dikembangkan dengan kesenian pencak silat dan barongsai. Begitulah cerita singkat seni Bantengan!
index


Sumber lihat disini

0 komentar:

Posting Komentar